BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Energi listrik merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat
modern karena hampir seluruh aktivitas kehidupan, baik rumah tangga, industri,
maupun pelayanan publik, bergantung pada ketersediaannya. Peningkatan jumlah
penduduk, pertumbuhan ekonomi, serta perkembangan teknologi mendorong kebutuhan
listrik yang semakin besar setiap tahunnya. Di Indonesia, sektor kelistrikan
masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar
fosil, terutama batubara. Ketergantungan ini menimbulkan permasalahan serius,
seperti tingginya emisi karbon, pencemaran lingkungan, serta keterbatasan
cadangan energi fosil yang suatu saat akan habis.
Untuk mengurangi permasalahan tersebut, diperlukan
pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Salah satu sumber energi yang sangat potensial adalah tenaga
air. Indonesia, dengan kondisi geografis berupa banyak sungai, danau, dan curah
hujan tinggi, memiliki potensi tenaga air yang melimpah. Berdasarkan data
Kementerian ESDM, potensi tenaga air nasional diperkirakan mencapai 76.670 MW,
tetapi baru sekitar 6–10% yang dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan masih terbuka
peluang yang sangat besar untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) di berbagai wilayah.
PLTA bukan hanya berperan sebagai penghasil energi listrik,
tetapi juga mendukung pembangunan nasional melalui fungsi multipurpose. Waduk
PLTA, misalnya, dapat difungsikan sebagai sarana pengendali banjir, penyedia
air irigasi untuk pertanian, cadangan air bersih, hingga objek wisata yang
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Dengan demikian, PLTA memberikan
manfaat ganda yang tidak hanya terbatas pada sektor energi.
Namun, pengembangan PLTA juga memiliki tantangan. Proses
pembangunannya membutuhkan investasi besar, perencanaan jangka panjang, serta
dapat menimbulkan dampak sosial seperti relokasi penduduk dan perubahan pola
mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi. Dari sisi lingkungan,
pembangunan bendungan besar berpotensi mengubah ekosistem sungai dan
memengaruhi keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, pengembangan PLTA perlu
diimbangi dengan kajian lingkungan yang komprehensif serta strategi mitigasi
dampak sosial agar manfaatnya dapat dirasakan secara optimal oleh masyarakat.
Seiring dengan agenda transisi energi menuju target net-zero
emission 2060, pemerintah Indonesia telah menempatkan PLTA sebagai salah
satu pilar utama penyedia energi bersih. Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga
Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLTA ditargetkan memberikan kontribusi signifikan
melalui pembangunan berbagai proyek baru, termasuk PLTA skala besar, PLTM
(Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro), dan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro) di daerah terpencil. Hal ini menegaskan bahwa pengembangan PLTA
memiliki arti strategis dalam menjawab kebutuhan energi nasional sekaligus
menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan potensi besar, manfaat yang luas, serta dukungan
kebijakan pemerintah, kajian mengenai PLTA sangat penting dilakukan. Melalui
pemahaman mendalam tentang pengertian, prinsip kerja, komponen, sejarah, serta
dampak pembangunan PLTA, diharapkan dapat diperoleh gambaran komprehensif
mengenai peranannya dalam mendukung ketahanan energi dan pembangunan
berkelanjutan di Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penulisan ini
adalah:
1. Apa
pengertian dan prinsip kerja Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)?
2. Bagaimana
sejarah dan perkembangan PLTA di dunia dan di Indonesia?
3. Apa
saja komponen serta jenis-jenis PLTA?
4. Bagaimana
kelebihan dan kekurangan PLTA dibandingkan dengan sumber energi lainnya?
5. Apa
peranan PLTA dalam penyediaan energi di Indonesia?
6. Bagaimana
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari pembangunan PLTA?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan
pengertian, prinsip kerja, dan komponen utama PLTA.
2. Menguraikan
sejarah perkembangan PLTA di dunia maupun di Indonesia.
3. Mengidentifikasi
jenis-jenis PLTA beserta karakteristiknya.
4. Menganalisis
kelebihan dan kekurangan PLTA sebagai pembangkit energi listrik.
5. Mengkaji
peranan PLTA dalam penyediaan energi listrik di Indonesia.
6. Membahas
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari pembangunan PLTA.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini antara lain:
1. Memberikan
wawasan bagi mahasiswa dan pembaca mengenai teknologi Pembangkit Listrik Tenaga
Air.
2. Menjadi
referensi akademis terkait pemanfaatan energi terbarukan khususnya tenaga air.
3. Memberikan
gambaran tentang peranan PLTA dalam mendukung ketahanan energi nasional.
4. Mendorong
kesadaran pentingnya pengembangan energi ramah lingkungan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA)
Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) adalah pembangkit listrik yang mengandalkan energi potensial dan kinetik
dari air untuk menghasilkan energi listrik. Hidroelektrik adalah energi
listrik yang dibangkitkan dari pembangkit ini. PLTA mempunyai empat komponen
utama yaitu waduk atau bendungan, saluran pelimpah (pembawa air), gedung
sentral (powerhouse), dan serandang hubung (switchyard) atau
unit transmisi yang mengalirkan produksi listrik ke konsumen.
Kapasitas PLTA di seluruh dunia
sekitar 675.000 Megawatt (MW), setara dengan 3,6 miliar barel minyak atau sama
dengan 24% kebutuhan listrik dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri, potensi
energi yang dapat dimanfaatkan dari air adalah sebesar 45,379 MW dari total
75,091 MW energi yang terpakai.
2.2 Sejarah dan Perkembangan PLTA
Pemanfaatan
energi air sebenarnya telah dikenal sejak ribuan tahun lalu, jauh sebelum
listrik ditemukan. Pada masa peradaban kuno, bangsa Mesir, Yunani, hingga
Romawi sudah menggunakan kincir air untuk menggiling gandum dan memompa air.
Roda air yang diputar oleh aliran sungai berfungsi sebagai sumber tenaga
mekanik untuk kegiatan pertanian maupun industri sederhana. Dengan demikian,
energi air pada masa itu hanya digunakan sebagai tenaga gerak, belum terkait
dengan pembangkitan listrik. Perkembangan besar baru terjadi setelah penemuan
generator listrik pada abad ke-19, ketika para ilmuwan dan insinyur mulai
memanfaatkan energi potensial air untuk menghasilkan tenaga listrik.
Pada era Revolusi Industri,
kebutuhan energi meningkat pesat sehingga mendorong inovasi dalam teknologi
turbin air. Tahun 1878 di Inggris, Sir William Armstrong membangun PLTA pertama
di Cragside, Northumberland, yang digunakan untuk penerangan rumah pribadinya.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya 1880 di Grand Rapids, Michigan (Amerika
Serikat), turbin air mulai digunakan untuk menyalakan lampu jalan. Pada 1882,
PLTA pertama yang beroperasi secara komersial dibangun di Appleton, Wisconsin,
dengan memanfaatkan generator listrik karya Thomas Edison. Sejak saat itu, PLTA
mulai berkembang di berbagai negara sebagai sumber energi listrik yang andal.
Kemajuan PLTA tidak terlepas
dari pengembangan turbin air yang semakin efisien. James B. Francis pada tahun
1849 menemukan turbin Francis yang mampu bekerja pada ketinggian air sedang,
lalu disusul oleh Lester Allan Pelton pada 1870-an yang menciptakan turbin
Pelton untuk head tinggi. Pada 1913, Viktor Kaplan merancang turbin Kaplan yang
cocok untuk head rendah dengan debit air besar. Kehadiran berbagai jenis turbin
ini memungkinkan pembangunan PLTA di beragam kondisi geografis, baik di daerah
pegunungan maupun dataran rendah.
Memasuki abad ke-20, pembangunan
PLTA berkembang sangat pesat di berbagai belahan dunia. Bendungan besar seperti
Hoover Dam di Amerika Serikat (1930-an) dan DneproGES di Uni Soviet menjadi
simbol kemajuan teknologi sekaligus bukti bahwa PLTA dapat menjadi tulang
punggung energi nasional. Pada pertengahan abad ke-20 hingga 1980-an, PLTA
mulai meluas ke banyak negara, terutama di kawasan dengan sumber daya air
melimpah seperti Brasil, Kanada, Norwegia, dan Tiongkok. Hingga saat ini, PLTA
masih menjadi sumber energi terbarukan terbesar di dunia, dengan kontribusi
sekitar 16% dari total listrik global.
Di Indonesia, sejarah PLTA
berawal pada masa kolonial Hindia Belanda. PLTA pertama dibangun tahun 1923 di
Plengan, Garut, Jawa Barat, yang digunakan untuk mendukung industri perkebunan.
Pada dekade 1930–1940, sejumlah PLTA lain mulai beroperasi di Jawa, Sumatera,
dan Sulawesi. Setelah Indonesia merdeka, pembangunan PLTA semakin digalakkan
sebagai bagian dari program elektrifikasi nasional. Beberapa PLTA besar yang
kini beroperasi antara lain PLTA Cirata (1008 MW) dan PLTA Saguling (700 MW) di
Jawa Barat, PLTA Asahan (180 MW) di Sumatera Utara, PLTA Bakaru (126 MW) di
Sulawesi Selatan, serta PLTA Poso (515 MW) di Sulawesi Tengah yang masih dalam
tahap pengembangan.
Seiring perkembangan teknologi
modern, PLTA tidak lagi hanya identik dengan bendungan besar, tetapi juga
mencakup skala kecil dan menengah. Hadirnya PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga
Minihidro) dengan kapasitas 1–10 MW dan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro)
dengan kapasitas di bawah 1 MW memberi peluang besar bagi desa-desa terpencil
untuk mendapatkan akses listrik. Selain itu, teknologi pumped storage
hydropower juga semakin banyak diterapkan untuk menyimpan energi dengan cara
memompa air ke reservoir atas saat beban rendah, lalu mengalirkannya kembali
saat beban puncak. Bahkan, kini muncul sistem hybrid yang menggabungkan PLTA
dengan tenaga surya dan angin demi meningkatkan keandalan pasokan listrik
berkelanjutan.
Secara keseluruhan, sejarah PLTA
menunjukkan transformasi panjang dari penggunaan sederhana roda air pada
peradaban kuno menjadi salah satu sumber energi utama dunia di era modern. PLTA
telah terbukti tidak hanya mendukung kebutuhan listrik dalam skala besar,
tetapi juga berperan penting dalam pemerataan energi hingga ke pelosok. Di
Indonesia sendiri, potensi energi air masih sangat besar, sehingga pengembangan
PLTA, baik skala besar maupun kecil, akan terus menjadi bagian penting dalam
strategi ketahanan energi nasional.
2.3 Prinsip Kerja PLTA
Prinsip kerja PLTA pada dasarnya adalah mengubah energi
potensial air menjadi energi listrik melalui proses mekanis dan elektromagnetik.
Air yang ditampung pada bendungan (reservoir) memiliki energi potensial karena
perbedaan ketinggian (head). Ketika pintu air dibuka, air dialirkan melalui
saluran pesat (penstock) sehingga kecepatannya meningkat dan menghasilkan
energi kinetik. Aliran air bertekanan ini diarahkan ke turbin, yang kemudian
berputar akibat dorongan air. Putaran turbin selanjutnya menggerakkan poros
generator, dan melalui prinsip induksi elektromagnetik, energi mekanik tersebut
diubah menjadi energi listrik. Listrik yang dihasilkan kemudian dinaikkan
tegangannya oleh transformator sebelum disalurkan ke jaringan transmisi untuk
digunakan masyarakat. Setelah melewati turbin, air dikembalikan ke aliran
sungai tanpa mengalami kerusakan, sehingga menjadikan PLTA sebagai salah satu
sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Gambar prinsip kerja PLTA
Poin penting prinsip kerja PLTA:
- Reservoir/Bendungan → Menyediakan energi potensial
air melalui perbedaan ketinggian.
- Penstock → Mengalirkan air bertekanan menuju
turbin.
- Turbin → Mengubah energi kinetik air
menjadi energi mekanik (putaran).
- Generator → Mengubah energi mekanik
turbin menjadi energi listrik.
- Transformator
dan Transmisi
→ Menyalurkan energi listrik ke jaringan dengan tegangan tinggi.
2.4 Komponen-Komponen PLTA
Pembangkit Listrik Tenaga Air yang
paling konvensional memiliki komponen sebagai berikut:
· Tampungan
(reservoir atau waduk)
Waduk berfungsi untuk menyediakan simpanan (tampungan),
sehingga ciri fisik yang paling penting adalah memiliki kapasitas
simpanan. Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus
menghitung volume benda padat.
Gambar Tampungan ( Waduk)
·
Bangunan
Bendungan (Bendungan)
Bendungan adalah salah satu bangunan air
yang dibangun melintangi sungai yang berfungsi menahan aliran air hingga energi
besar sebagai daya penggerak turbin yang besar. Bendungan dapat dibangun dalam
berbagai bentuk serta berbagai bahan.
Gambar Bendungan
·
Bangunan
pelimpah
Bangunan pelimpah merupakan bangunan pengaman
dari suatu bendungan yang harus mempunyai kapasitas sehingga mampu menyalurkan
air yang dialirkan sungai masuk ke bendungan pada waktu bendungan penuh.
Gambar Bangunan
Pelimpah
·
Bangunan
Pemasok Air (Intake)
Bangunan pemasok air atau intake adalah
suatu bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari bendungan ke dalam pipa
tekan kemudian disalurkan ke turbin.
Gambar Bangunan
Pemasok Air ( Intake)
·
Pipa
Pesat (Penstock)
Merupakan pipa tekan yang dipakai untuk
mengalirkan air dari tangki atas (head tank) atau langsung dari
bangunan yang mengambil air. Pipa ini berfungsi sebagai alat pengantar
air ke turbin. Syarat untuk menjalankannya adalah pipa harus rapat atau kedap
air dan kuat menahan atau mengimbangi tekanan air dalam pipa.
Gambar Pipa pesat
·
Turbin
Merupakan peralatan yang tersusun
dan terdiri dari peralatan suplai air yang masuk turbin, di antaranya sudu (runner),
pipa pesat (penstock), rumah turbin (spiral chasing), katup
utama (inlet valve), pipa lepas (draft tube), alat pengaman,
poros, bantalan (bearing), dan distributor.
Gambar Turbin
·
Generator
Merupakan sebuah alat yang memproduksi
energi listrik dari sumber energi mekanis. Generator terdiri dari dua bagian
utama, yaitu rotor dan stator. Rotor terdiri dari 18 buah besi yang
dililit oleh kawat dan dipasang secara melingkar sehingga membentuk sembilan
pasang kutub utara dan selatan. Sedangkan stator adalah bagian yang
berfungsi sebagai tempat menerima induksi magnet dari rotor.
Gambar Generator
·
Transformator
Merupakan komponen sistem tenaga listrik
yang dapat memindahkan daya listrik arus bolak-balik dari suatu rangkaian
listrik ke rangkaian listrik lainnya berdasarkan induksi elektromagnetik pada
frekuensi yang tetap.
Gambar
Transformator
·
Transmisi
Merupakan saluran udara atau kabel yang
dapat diwakili oleh konstanta rangkaian yang terdistribusi. Fungsi dari
transmisi adalah untuk menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit ke
pusat beban-beban.
Gambar Saluran
Transmisi
2.5 Jenis-Jenis PLTA
Berdasarkan
cara memperoleh potensi air sebagai sumber energi PLTA, berikut jenis – jenis
PLTA:
·
PLTA Run Of River
PLTA
jenis ini memanfaatkan arus sungai tanpa harus di tampung terlebih dahulu di dalam
dam. PLTA jenis lebih ekonomis bila dibandingkan dengan PLTA yang menggunakan dam
yang harus menghabiskan banyak biaya untuk pembuatan dam sebagai penampung air.
Salah satu PLTA yang bertipe run of river adalah PLTA
Rajamandala. PLTA yang terletak di Desa Cihea, Kecamatan Haurwargi, Kabupaten
Cianjur ini memiliki kapasitas 47 MW, PLTA Rajamandala memanfaatkan air
keluaran dari PLTA saguling yang kemudian air tersebut digunakan untuk
membangkitkan energi listrik.
·
PLTA Dengan Dam
PLTA
jenis ini menampung dan menyimpan air di dalam dam, kemudian air tersebut
digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Keunggulan PLTA jenis ini adalah ketika
musim kemarau tiba, kebutuhan air dapat tercukupi karena air sudah tertampung
pada dam. Salah satu PLTA yang memiliki dam adalah PLTA
Saguling. PLTA yang berkapasitas
700,72 MW ini menampung air aliran Sungai Citarum di dalam Waduk Saguling
·
PLTA dengan pumped storage
PLTA
jenis ini adalah jenis PLTA yang memiliki sistem operasi yang berbeda
dengan PLTA run of river atau PLTA dengan dam, yaitu ketika waktu beban puncak
yaitu pada pukul 17.00-22.00 maka listrik akan dihasilkan dengan cara
menyalurkan air dari upper reservoir ke lower reservoir. Adapun ketika tidak dalam waktu beban
puncak, maka air akan dipompa dari lower reservoir menuju upper reservoir menggunakan energi dari sistem
jawa bali. Dengan sistem operasi seperti ini, PLTA bisa terlepas dari
ketergantungan debit sungai dan perubahan musim
2.6 Kelebihan dan Kekurangan PLTA
Berikut
beberapa kelebihan dan kekurangan dari PLTA
Kelebihan
PLTA
1.
Energi terbarukan
PLTA menggunakan
sumber energi air yang sepenuhnya dapat diperbarui dan tidak akan habis kecuali
jika air berhenti mengalir. Hal yang ini membuat PLTA dapat bertahan dalam
jangka waktu lama bahkan hingga ratusan tahun.
2.
Bebas emisi
Emisi
merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena dapat mempengaruhi
kualitas udara dan merusak lapisan ozon sebagai pelindung bumi. Sementara
dibanding pembangkit listrik yang lain PLTA tidak melepaskan emisi ke atmosfer.
3.
Dapat diandalkan
Tenaga air merupakan energi terbarukan paling handal
yang tersedia di dunia. Berbeda dengan matahari yang terbenam atau angin yang
dapat mereda, air memiliki aliran yang konstan dan stabil selama 24 jam.
4.
Dapat disesuaikan
PLTA mampu mengatur aliran air. Hal ini memungkinkan
PLTA untuk menghasilkan lebih banyak energi saat dibutuhkan ataupun mengurangi
saat energi tidak dibutuhkan.
5.
Danau buatan
Untuk membangun PLTA diperlukan tempat penampungan air
dalam jumlah banyak , dan hal ini dapat dilakukan dengan membuat danau buatan.
Selain bertujuan untuk pembangunan PLTA, danau buatan juga bisa digunakan untuk
rekreasi dan pengembangan tempat wisata.
6.
Mendorong
pembangunan daerah
Karena bendungan air hanya dapat dibangun di lokasi
tertentu, maka kehadiran pembangunan bendungan tersebut dapat membantu
mempercepat pembangunan pada lokasi tempat PLTA dibangun.
Kekurangan PLTA
1.
Berdampak kepada habitat ikan di sungai.
Karena sumber air yang mengalir harus dibendung, hal ini
mencegah ikan mencapai tempat berkembang biaknya yang alami.
2.
Lokasi PLTA terbatas.
Tempat yang terbatas karena sulit untuk menemukan
tempat dengan debit air cukup, kemiringan yang tepat, dan mudah diakses.
3.
Biaya awal yang
lebih tinggi
Untuk membangun PLTA diperlukan pembangunan bendungan
untuk menahan aliran air. Sehingga biayanya lebih mahal daripada pembangkit
listrik bahan bakar fosil untuk kapasitas output yang
sama.
4.
Risiko banjir dan
tanah longsor
Banyak PLTA yang roboh dan menyebabkan air mengalir
dalam jumlah yang sangat besar hingga menenggelamkan segala yang ada di bagian
hilir seperti rumah, lahan, dll.
5.
Rentan terhadap
kekeringan.
PLTA merupakan energi terbarukan paling handal yang
tersedia, tapi hal itu juga bergantung pada jumlah air di lokasi tertentu.
Maka, kinerja pembangkit listrik tenaga air bisa sangat terpengaruh oleh faktor
kekeringan.
2.7 Peranan PLTA dalam Penyediaan
Energi di Indonesia
PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) merupakan salah satu
sumber energi terbarukan yang memegang peranan vital dalam penyediaan listrik
di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian PUPR, potensi tenaga air nasional
diperkirakan mencapai 76.670 MW, namun baru sekitar 6–10% yang
dimanfaatkan sehingga peluang pengembangan masih sangat besar. Hingga
pertengahan 2023, kapasitas terpasang PLTA dan PLTM telah mencapai 5.651 MW
dan dalam RUPTL 2025–2034 direncanakan penambahan kapasitas sebesar 11,7 GW,
menjadikan PLTA sebagai penyumbang energi baru terbarukan terbesar kedua
setelah PLTS . Peranan PLTA sangat strategis karena mampu berfungsi sebagai baseload
yang andal, penyeimbang beban puncak melalui waduk dan pumped storage,
serta sebagai penyedia listrik yang relatif stabil dibandingkan EBT intermiten
seperti surya dan angina.
Selain
aspek teknis, PLTA juga memberikan manfaat lingkungan dengan mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menekan emisi gas rumah kaca.
Misalnya, PLTA Jatigede berkapasitas 2×55 MW mampu mengurangi emisi
sekitar 415.800 ton CO₂ per tahun. Dari sisi ketahanan energi, PLTA
mendukung kemandirian energi nasional karena memanfaatkan sumber daya lokal
sekaligus memperbaiki bauran energi. Pemerintah bahkan menargetkan kapasitas
PLTA meningkat hingga 72 GW pada 2060, termasuk pembangunan pumped
storage sebesar 4,2 GW untuk meningkatkan fleksibilitas sistem kelistrikan.
Namun, pengembangan PLTA tidak lepas dari tantangan seperti lamanya proses
perizinan, kebutuhan investasi yang tinggi, dampak sosial terhadap masyarakat
sekitar lokasi pembangunan, serta masalah teknis seperti sedimentasi waduk yang
dapat menurunkan efisiensi.
Dengan
potensi yang besar, dukungan regulasi, dan kebijakan transisi energi, PLTA
diyakini akan menjadi salah satu pilar utama penyediaan energi bersih di
Indonesia. Optimalisasi pengelolaan, pemeliharaan infrastruktur, serta mitigasi
dampak sosial dan lingkungan menjadi kunci agar PLTA dapat memberikan manfaat
maksimal, baik untuk kebutuhan energi, pengendalian banjir, irigasi, maupun
keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, PLTA bukan hanya penyedia energi
listrik, tetapi juga bagian dari pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
2.8
Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Berikut Dampak-dampak dari
pembangunan PLTA:
1.
Dampak Sosial Di Indonesia
Di Indonesia, pembangunan PLTA berkontribusi positif
terhadap peningkatan akses listrik terutama di daerah-daerah terpencil yang
sebelumnya belum terjangkau jaringan PLN. Hal ini mendukung pemerataan energi,
meningkatkan kualitas hidup, serta membuka peluang pendidikan dan aktivitas
sosial masyarakat. Selain itu, proyek PLTA menciptakan lapangan kerja baru baik
pada tahap pembangunan maupun operasional. Namun, di sisi lain, sejumlah proyek
PLTA besar seperti PLTA Jatigede (Jawa Barat) atau PLTA Batang Toru (Sumatera
Utara) juga menimbulkan dampak sosial berupa relokasi ribuan warga, hilangnya
lahan pertanian produktif, serta perubahan pola mata pencaharian masyarakat.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meski memberikan manfaat, pembangunan PLTA di
Indonesia tetap memerlukan strategi mitigasi sosial yang adil dan
berkelanjutan.
2. Dampak Ekonomi Di Indonesia
Secara ekonomi, PLTA di Indonesia terbukti mampu
mendukung ketahanan energi nasional karena tidak bergantung pada impor bahan
bakar fosil, sehingga dapat mengurangi beban subsidi energi pemerintah. Biaya
operasional PLTA yang relatif rendah juga menjadikannya salah satu pembangkit
paling ekonomis dalam jangka panjang. Pembangunan PLTA besar seperti Cirata
(Jawa Barat), Asahan (Sumatera Utara), dan Jatigede memberikan multiplier
effect bagi sektor konstruksi, jasa, dan industri penunjang di daerah sekitar.
Selain itu, PLTA juga meningkatkan nilai tambah ekonomi daerah dengan menarik
investasi serta mendukung pertumbuhan pariwisata, misalnya melalui pemanfaatan
waduk sebagai destinasi wisata. Dengan kontribusi tersebut, PLTA menjadi salah
satu instrumen penting dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia secara
berkelanjutan.
3. Dampak Lingkungan Di Indonesia
Dalam aspek lingkungan, PLTA di Indonesia berperan
penting dalam menurunkan emisi karbon dan mendukung target net-zero
emission 2060. Sebagai pembangkit energi terbarukan, PLTA relatif
lebih ramah lingkungan dibandingkan PLTU berbasis batubara karena tidak
menghasilkan polusi udara dan limbah berbahaya. Contohnya, PLTA Jatigede dengan
kapasitas 2×55 MW mampu menekan emisi sekitar 415.800 ton CO₂ per tahun
(Jawapos, 2023). Namun, di sisi lain, pembangunan PLTA di Indonesia seringkali
berdampak pada ekosistem sungai, habitat ikan endemik, serta menyebabkan
sedimentasi waduk yang berpotensi mengurangi umur operasional pembangkit.
Beberapa proyek PLTA juga mendapat sorotan karena berpotensi mengancam
keanekaragaman hayati, seperti PLTA Batang Toru yang berada di habitat
orangutan Tapanuli. Oleh karena itu, pengembangan PLTA di Indonesia perlu
dilengkapi dengan kajian lingkungan mendalam dan strategi konservasi agar
manfaatnya lebih besar daripada risikonya (Kompas,
2.9. Studi Kasus
Referensi Formula /
Hitungan Matematis untuk Konversi Energi
1.
Prinsip dasar konversi energi air
menjadi energi listrik
Energi
air pada PLTA berasal dari energi potensial air yang jatuh dari ketinggian
tertentu. Energi potensial ini diubah menjadi energi mekanik oleh turbin, lalu
menjadi energi listrik melalui generator.
Secara
umum, proses konversinya:
Energi
potensial air → turbin → Energi mekanik → Generator → Energi listrik
Rumus dasar daya yang
dihasilkan PLTA
Keterangan:
𝑃=
daya listrik keluar (Watt)
𝜂=
efisiensi total (turbine × generator × losses), tipikal 0.75–0.92 tergantung
tipe/umur.
𝜌
= massa jenis air ≈ 1000 kg/m³.
𝑔=
percepatan gravitasi ≈ 9{,}81 m/s².
𝑄=
debit volumetrik (m³/s).
𝐻=
head efektif atau tinggi jatuh bersih (m)
(Bentuk praktis sering
ditulis dalam satuan kW: 𝜂 ⇒
sering disederhanakan menjadi
𝜂
untuk 𝜌= 1000).
Rumus turunan penting:
1.
Energi yang dihasilkan selama waktu :
Jika dalam kW dan
dalam jam, hasil
dalam kWh.
Contoh: PLTA 1 MW beroperasi 10 jam → 1.000 × 10 = 10.000 kWh
2.
Konversi energi:
3.
Head bersih (head net):
Di
mana mencakup kehilangan
energi akibat gesekan pipa (penstock), tikungan, dan turbulensi air.
4.
Head loss pipa (rumus Darcy–Weisbach):
Keterangan
:
𝐿: panjang pipa (m)
𝐷: diameter pipa (m)
𝑣: kecepatan aliran air
(m/s)
𝑓: faktor gesekan
(ditentukan dari tabel Moody)
5.
Debit dari luas penampang saluran:
Digunakan
saat menghitung kapasitas pipa atau saluran air.
6.
Energi tahunan:
7.
Faktor kapasitas (capacity factor):
Nilai
ini menunjukkan seberapa sering pembangkit beroperasi mendekati kapasitas
penuhnya.
1.
Studi kasus 1 — PLTA Singkarak
(perhitungan manual)
Data
teknis (nilai yang dipakai untuk contoh):
Massa
jenis air:
Percepatan
gravitasi:
Efisiensi
total (asumsi contoh):
Head
(dipakai):
Debit
operasi maksimum (semua unit):
Debit
andalan (contoh laporan):
1)
Daya teoritis pada debit maksimum
Gunakan
rumus:
Masukkan
angka:
Langkah
perhitungan (digit-per-digit):
.
.
W
.
Catatan:
Kapasitas terpasang PLTA Singkarak secara teknis adalah ±175 MW — nilai
teoritis di atas (181.35 MW) mendekati, perbedaan kecil disebabkan asumsi
efisiensi, pembulatan, atau head/flow aktual.
2.
Daya & energi menggunakan debit
andalan (Q = 36.2 m³/s)
Hitung
daya:
Langkah:
.
Energi
tahunan jika beroperasi rata-rata pada
Angka
ini mendekati angka yang sering dilaporkan untuk Singkarak (energi
tahunan/desain ~986 GWh; energi andalan/firm sekitar ~756 GWh tergantung
definisi Q firm yang dipakai). Perbedaan muncul karena definisi Q firm,
efisiensi yang diasumsikan, dan metode perhitungan energi (flow duration,
reservoir operation, dll.).
BAB
III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang memiliki
peranan penting dalam mendukung penyediaan listrik di Indonesia. PLTA bekerja
dengan prinsip mengubah energi potensial dan kinetik air menjadi energi listrik
melalui turbin dan generator. Sejarah perkembangan PLTA, baik di dunia maupun
di Indonesia, menunjukkan bahwa teknologi ini telah lama menjadi salah satu
pilar penyedia energi yang andal dan ramah lingkungan.
PLTA
memiliki berbagai kelebihan, di antaranya menggunakan sumber daya air yang
dapat diperbarui, bebas emisi, dapat diandalkan, dan memberikan manfaat ganda
bagi pembangunan daerah. Namun, PLTA juga memiliki kekurangan, seperti biaya
pembangunan yang tinggi, lokasi yang terbatas, risiko dampak sosial berupa
relokasi penduduk, serta potensi gangguan terhadap ekosistem sungai.
Di
Indonesia, potensi tenaga air yang sangat besar belum dimanfaatkan secara
optimal, sehingga masih terbuka peluang pengembangan PLTA dalam skala besar
maupun kecil. Dengan dukungan kebijakan energi nasional, PLTA diharapkan dapat
menjadi salah satu pilar transisi energi menuju target net-zero emission tahun
2060, sekaligus memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi
masyarakat.
3.2 Saran
1.
Pemerintah perlu meningkatkan pemanfaatan potensi
tenaga air dengan mempercepat pembangunan PLTA, PLTM, dan PLTMH, khususnya di
daerah terpencil untuk pemerataan akses listrik.
2.
Kajian lingkungan dan sosial harus menjadi prioritas
dalam setiap pembangunan PLTA, agar dampak negatif terhadap ekosistem dan
masyarakat sekitar dapat diminimalisasi.
3.
Perlu adanya inovasi dalam teknologi PLTA, termasuk
pemanfaatan sistem pumped storage dan hybrid dengan energi terbarukan lain
untuk meningkatkan keandalan pasokan listrik.
4.
Masyarakat di sekitar lokasi PLTA perlu dilibatkan
dalam proses perencanaan dan pembangunan, sehingga proyek dapat memberikan
manfaat langsung berupa lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan.
5.
Lembaga pendidikan dan penelitian diharapkan turut
berkontribusi dalam pengembangan teknologi PLTA serta memberikan rekomendasi
berbasis riset untuk mendukung kebijakan energi berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Litbang ESDM. (2022). Potensi dan Pengembangan Energi Baru Terbarukan di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Direktorat
Jenderal Ketenagalistrikan. (2023). Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik
(RUPTL) 2025–2034. Jakarta: Kementerian ESDM.
International
Hydropower Association (IHA). (2022). 2022 Hydropower Status Report.
London: IHA.
International
Hydropower Association (IHA). (2023). 2023 Hydropower Status Report.
London: IHA.
Jawapos.
(2023). “PLTA Jatigede Mampu Kurangi Emisi Ratusan Ribu Ton CO₂ per Tahun.”
Diakses dari: https://www.jawapos.com
Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (2023). Data Potensi Sumber
Daya Air untuk Energi. Jakarta: Kementerian PUPR.
Kompas.
(2023). “PLTA Batang Toru dan Dampaknya terhadap Lingkungan.” Diakses dari:
https://www.kompas.com
Kothari,
D. P., & Singal, K. C. (2011). Renewable Energy Sources and Emerging
Technologies. PHI Learning Pvt. Ltd.
Global
Energy Monitor, Singkarak Hydroelectric Plant Profile.
OCW
Universitas Pembangunan Jaya, Slide CIV407 – PLTA.
PLTA
Singkarak, Laporan Magang PLTA Singkarak, Scribd.
Wahyuni,
S. dkk., Analisis Operasional dan Head Loss pada PLTA Singkarak, UNDIP,
2023.
Wikipedia,
PLTA Singkarak.
Komentar
Posting Komentar